.png)
Calon Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, Abdur Rozak
Surabaya, Indonara - Calon
Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, Abdur Rozak, angkat
bicara terkait aksi demonstrasi yang digelar Forum Kepulauan Kangean Bersatu
(FKKB) pada Senin 16 Juni 2025. Dalam aksi tersebut, masyarakat Pulau Kangean
menolak rencana survei seismik 3D dan eksplorasi migas oleh PT Kangean Energy
Indonesia (KEI), karena dinilai mengancam kelestarian lingkungan dan ruang
hidup masyarakat.
Abdur Rozak menyampaikan dukungan penuh terhadap perjuangan
warga Kangean dan menilai bahwa proyek eksplorasi migas yang tidak transparan
dan tidak melibatkan partisipasi publik secara menyeluruh merupakan bentuk
pengingkaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi lingkungan dan keadilan sosial.
“Kami mengecam segala bentuk aktivitas pertambangan migas
yang tidak mengindahkan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC).
Masyarakat Kangean berhak atas informasi yang utuh, partisipasi yang penuh, dan
pilihan untuk menolak,” tegas Rozak.
Ia juga menyoroti bahwa tindakan PT KEI yang hanya
melibatkan segelintir tokoh dalam sosialisasi merupakan bentuk manipulasi
partisipasi publik. “Partisipasi masyarakat tidak bisa direduksi menjadi
perwakilan semu. Yang dibutuhkan adalah keterlibatan nyata dan menyeluruh,”
lanjutnya.
Lebih jauh, Rozak mengingatkan bahwa aktivitas migas di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertentangan dengan Pasal 35
Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di kawasan
tersebut.
“Pulau Kangean adalah ruang hidup, bukan ruang eksploitasi.
Negara seharusnya hadir untuk melindungi warga, bukan memfasilitasi korporasi
yang merusak,” ujar Rozak.
Sebagai calon Ketua PKC PMII Jawa Timur, Rozak menegaskan
komitmennya untuk terus berpihak pada perjuangan masyarakat akar rumput,
khususnya di wilayah kepulauan yang selama ini kerap termarjinalkan dalam
pengambilan keputusan pembangunan.
Sikap Abdur Rozak diperkuat oleh data dan temuan WALHI Jawa
Timur selama tiga tahun terakhir (2022–2024). WALHI mencatat lonjakan
signifikan alokasi ruang untuk eksploitasi migas dalam Perda RTRW Provinsi
Jatim, yakni dari 9.003 hektar menjadi 49.062 hektar. Kenaikan ini memperbesar
potensi kerusakan lingkungan, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil seperti Kangean.
Tak hanya itu, WALHI juga mencatat meningkatnya izin
tambang pasir laut dan potensi pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) ke zona pesisir, yang bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan. Hal ini memperparah tekanan terhadap ekosistem laut dan ruang
hidup nelayan tradisional.
Lebih jauh, data WALHI menunjukkan bahwa nilai tukar
nelayan (NTN) di Jawa Timur mengalami tren negatif sejak 2022, menandakan
menurunnya kesejahteraan nelayan meskipun aktivitas perikanan meningkat. Temuan
ini menguatkan argumentasi bahwa eksploitasi sumber daya alam tidak otomatis
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahkan cenderung memiskinkan kelompok
pesisir.
“Kami akan terus bersuara bersama rakyat, mengawal keadilan
ekologis, dan memastikan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan masa depan
masyarakat pesisir. Investasi tidak boleh menyingkirkan hak atas lingkungan
yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya.