Anggaran Pendidikan Kedinasan Dinilai Tak Adil, DPR Desak Perubahan UU Sisdiknas

Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian dalam diskusi “Merumuskan Kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Jakarta, Indonara — Ketua Komisi X DPR RI sekaligus anggota MPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) akan mengatur kembali alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD agar difokuskan untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

“Hal ini akan dibahas dalam revisi UU Sisdiknas. Komisi X akan menindaklanjuti dalam bentuk revisi UU Sisdiknas, yang memang sudah berusia lebih dari dua dekade. Salah satunya mengatur tentang anggaran ini,” ujar Hetifah dalam keterangan di Jakarta, Minggu (10/8).

Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi bertema “Merumuskan Kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8).

Hetifah menilai jika anggaran pendidikan kedinasan diambil dari porsi 20 persen tersebut tanpa pemisahan, maka alokasi untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi tidak akan maksimal.

“Kami juga ingin memastikan bahwa distribusi 20 persen anggaran pendidikan ini transparan dan sesuai peruntukannya, tepat guna, tepat sasaran, dan juga tepat waktu,” ujarnya.

Ia menjelaskan saat ini dana pendidikan 20 persen tersebar di puluhan kementerian dan lembaga. “Sekarang kementerian apa yang benar-benar mengurus pendidikan? Ternyata bukan hanya Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, bukan hanya Kementerian Pendidikan Tinggi,” katanya. “Jadi ada puluhan kementerian lembaga yang ternyata menggunakan dana pendidikan ini, bahkan juga ada pendidikan-pendidikan kedinasan.”

Anggota MPR RI, Melchias Markus Mekeng, juga menyoroti ketimpangan alokasi anggaran pendidikan 2025 yang mencapai Rp724 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp91,4 triliun dialokasikan untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi bagi 64 juta orang, sedangkan pendidikan kedinasan mendapat Rp104 triliun untuk hanya 13 ribu orang.

"Apa ini adil? 64 juta orang, hanya dikasih Rp91,4 triliun, (sedangkan) 13 ribu orang, anggaran kedinasan Rp104 triliun,” ujarnya.

Ketua Dewan Setara Institute, Hendardi, juga menilai pembagian tersebut tidak adil. “Apalagi menurut undang-undang, pembiayaan pendidikan kedinasan tidak boleh mengambil anggaran pendidikan 20 persen itu,” katanya.

Ia mencontohkan TNI dan Polri yang membiayai pendidikan kedinasannya secara mandiri dari anggaran institusi masing-masing. “Itu yang harus dilakukan. Jadi, jangan seolah-olah ada yang mendapatkan privilege, sudah mendapatkan sekolah, kemudian juga tempat bekerja. Ini tidak adil,” ujarnya.

Hendardi bahkan menyebut penggunaan anggaran pendidikan kedinasan dari porsi 20 persen bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum. Menurutnya, wajar jika ada masyarakat yang mengajukan gugatan terkait distribusi anggaran tersebut.