“Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop,” kata Hotman di Jakarta, Jumat (6/9).
Pernyataan itu menanggapi langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022. Hotman menyebut status hukum Nadiem mirip dengan Tom Lembong yang juga ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi importasi gula, meski tidak terbukti menerima dana.
“Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem,” ujarnya.
Hotman juga membantah tudingan Kejagung yang menyebut Nadiem bertemu dengan Google Indonesia untuk menyepakati penggunaan Chromebook. Menurutnya, pertemuan tersebut bersifat umum dan tidak berkaitan dengan penunjukan produk tertentu.
“Pak Nadiem tidak pernah menyepakati. Yang jual laptop itu kan vendor, bukan Google. Google hanya sistemnya saja dari Google. Kalau laptopnya dari vendor. Vendornya perusahaan Indonesia,” kata Hotman.
Sebelumnya, pada Kamis (5/9), Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka baru dalam kasus pengadaan Chromebook. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengatakan bahwa pada 2020 Nadiem selaku Mendikbudristek bertemu dengan Google Indonesia membahas program Google for Education dengan perangkat Chromebook.
Dalam pertemuan lanjutan, disebutkan ada kesepakatan penggunaan Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) dalam proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Untuk merealisasikan hal itu, Nadiem mengundang sejumlah pejabat Kemendikbudristek dalam rapat tertutup melalui Zoom pada 6 Mei 2020.
“(Rapat) yang membahas pengadaan alat TIK menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM (Nadiem Makarim), sedangkan saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai,” kata Nurcahyo.
Ia menambahkan, surat Google Indonesia yang sebelumnya tidak direspons Menteri Pendidikan era Muhadjir Effendy akhirnya dijawab oleh Nadiem pada awal 2020. Padahal, uji coba Chromebook tahun 2019 dinilai gagal digunakan di sekolah daerah 3T.
Selanjutnya, pejabat Kemendikbudristek yakni Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan dengan spesifikasi yang disebut “mengunci” Chrome OS. Hasil kajian teknis juga diarahkan pada spesifikasi yang sama.
Kebijakan itu kemudian diperkuat melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Reguler Bidang Pendidikan, yang di dalam lampirannya mencantumkan Chrome OS sebagai spesifikasi perangkat.
Atas pengadaan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp1,98 triliun. Nilai kerugian masih dihitung lebih lanjut oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
