PKS Soroti Kerusakan Ekologis sebagai Akar Bencana Aceh–Sumatera

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Abdul Hadi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025). (Foto: Tangkapan layar/TV Parlemen).

Jakarta, Indonara - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Abdul Hadi, menyoroti penyebab bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara dalam rapat dengar pendapat bersama BMKG dan Basarnas. Ia menilai bencana yang terjadi berulang itu tidak hanya dipicu faktor cuaca ekstrem, melainkan juga kerusakan ekologis kronis yang semakin menganga.

"Akibat hilangnya pengaman hutan secara permanen, baik itu mungkin disengaja maupun tidak disengaja, akibat pembangunan dan pembukaan hutan ini menjadi catatan kita," ucap Hadi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).

Hadi menambahkan, luasnya dampak bencana yang menelan banyak korban jiwa, merusak infrastruktur, dan melumpuhkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat menunjukkan bahwa daerah sangat terbebani. Kondisi itu diperparah oleh pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) yang membuat pemerintah daerah makin kesulitan menanggulangi krisis.

"Oleh karena itu, catatan kami dari Fraksi PKS, terkait dengan bencana ini yang pertama, memang kami mendesak kepada pemerintah agar segera memang menetapkan status bencana ini menjadi tanggap darurat bencana alam nasional guna, untuk membuka ruang mobilisasi penuh dari BNPB, TNI, Polri, Basarnas dan seluruh Kementerian/lembaga terkait, serta mempermudah penggunaan anggaran darurat secara cepat dan tepat sasaran," tuturnya.

Ia melanjutkan, pemerintah pusat dan kementerian terkait perlu segera memprioritaskan pemulihan serta rekonstruksi infrastruktur strategis seperti jalan nasional, jembatan, tanggul, sistem drainase, dan jaringan air bersih. Seluruh langkah tersebut, katanya, harus berbasis daerah aliran sungai (DAS) dan menggunakan standar infrastruktur adaptif perubahan iklim.

"Berikutnya kami juga meminta kepada Basarnas dan BNPB memperkuat operasi tanggap daruratnya terutama pada pencarian orang hilang, evakuasi warga, serta distribusi logistik, dan layanan kesehatan dengan fokus pada kelompok-kelompok rentan," jelas Hadi.

Ia juga meminta penguatan sistem peringatan dini oleh BMKG melalui penerapan impact base forecast yang lebih mudah dipahami dan terhubung dengan pemerintah daerah, sehingga informasi bisa sampai ke tingkat desa secara real time melalui semua kanal komunikasi publik.

"Yang kelima, kami juga meminta, menuntut dilaksanakannya evaluasi nasional terhadap seluruh izin-izin pertambangan, perkebunan dan aktivitas ekstraktif yang berada di kawasan hulu sungai hingga wilayah rentan bencana disertai penegakan hukum yang tegas, pencabutan izin dan pemulihan ekosistem secara sistematis," pungkasnya.