Kediri, Indonara - Pengurus
Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) bersama Arus Informasi
Santri (AIS) Nusantara menggelar forum sarasehan bertema “Pesantren Ramah Sebab
Islam Itu Rahmah”. Acara tersebut dilangsungkan pada Senin, 23 Juni 2025, di
Pondok Pesantren Al Amin Ngasinan, Kota Kediri. Forum ini berhasil menghimpun
lebih dari 100 tokoh pesantren, guru, dan pegiat pendidikan dari wilayah Jawa
Timur dan Jawa Tengah.Ketua Umum PB PMII, M. Shofiyulloh Cokro saat sambutan pada acara Pesantren Ramah Sebab Islam Itu Rahmah” digelar di Pondok Pesantren Al Amin Ngasinan, Kota Kediri.
Tak hanya menjadi ajang silaturahmi antar-kiai dan pegiat
pendidikan pesantren, forum ini juga menjadi momen penting yang melahirkan Deklarasi
Pesantren Ramah Santri, sebuah langkah awal dalam memperkuat sistem
perlindungan santri secara nasional.
Ketua Umum PB PMII, M. Shofiyulloh Cokro, menegaskan
kesiapan PMII dalam menjadi jembatan strategis antara dunia pesantren dan
pemerintah untuk menghadirkan kebijakan nyata.
“PMII siap menindaklanjuti rekomendasi ini ke Kementerian
Agama, KemenPPPA, hingga DPR RI. Deklarasi ini harus ditransformasikan menjadi
kebijakan konkret,” tegas Gus Shofi sebagaimana dikutip TIMES Indonesia,
Selasa (24/6/2025).
Untuk merealisasikan gagasan tersebut, PB PMII telah
menyiapkan tiga langkah utama: advokasi kebijakan kepada kementerian dan
legislatif, pembentukan tim pendamping khusus untuk pesantren, serta kerja sama
riset dengan AISNU dan NU Circle guna menyusun model Pesantren Ramah Anak
berbasis kajian ilmiah.
“Deklarasi ini tidak cukup berhenti di seremonial. Harus
ada SOP, sistem perlindungan, dan ruang partisipatif agar pesantren benar-benar
aman bagi santri,” lanjut Gus Shofi, pengasuh dari Pondok Pesantren
Tambakberas, Jombang.
Sementara itu, Gus Farid, selaku tuan rumah acara,
mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap pesantren. Ia
menyampaikan bahwa satu kasus kekerasan atau pelanggaran di satu pondok bisa
merusak citra seluruh pesantren di Indonesia.
“Ekspektasi masyarakat pada pesantren sangat tinggi. Maka
tanggung jawab kita juga besar. Jika kepercayaan luntur, tren memondokkan anak
bisa menurun drastis,” ujarnya.
Senada dengan itu, Gus Ferhadz dari Sarang, Jawa Tengah,
mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai
persoalan yang muncul di lingkungan pesantren, baik yang bersumber dari dalam
maupun luar.
Ia menilai bahwa berbagai faktor internal dan eksternal
turut mempengaruhi munculnya kesan kurang ramah di sebagian pesantren. Ia
mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi bersama, bukan saling
menyalahkan.
Di sisi lain, Gus Fahmi dari Pesantren Al-Falah Ploso
mengingatkan fenomena “gus-gusan” yang viral di media sosial belakangan ini. Ia
menekankan bahwa pesantren harus tetap fokus sebagai tempat menimba ilmu dan
membentuk karakter.
“Solusinya sederhana: perbanyak ngaji dan dakwah. Pesantren
jangan hanya jadi simbol, tapi harus terus jadi sumber ilmu dan adab,” tegasnya
lugas.
Menyoroti peran media, Koordinator Nasional AISNU, Kak
Ulinnuha, menyampaikan pentingnya digitalisasi dan penguatan citra pesantren
melalui platform media sosial. Menurutnya, pesantren muda harus mampu
memanfaatkan ruang digital untuk menampilkan wajah pesantren yang aman, nyaman,
dan edukatif.
Acara sarasehan ini ditutup oleh Ketua Pelaksana, Gus Fatah
Wahab, dengan semangat dan optimisme. Ia menegaskan bahwa Deklarasi Pesantren
Ramah Santri bukanlah akhir dari gerakan ini, melainkan titik awal menuju
perubahan yang lebih luas.
“Ini baru awal. Kita akan konsolidasikan ke berbagai daerah
agar gaungnya menjangkau pesantren se-Indonesia,” tandasnya penuh optimisme.
Dengan semangat kolektif dan kerja sama lintas aktor
pesantren, Deklarasi Pesantren Ramah Santri di Kediri menjadi tonggak awal
gerakan nasional untuk menciptakan lingkungan pesantren yang tidak hanya
religius, tapi juga aman dan penuh kasih bagi para santri.