Anak Pesantren Menyapa Digital: Kiprah Abdur Rozak Menuju PKC PMII Jawa Timur

Abdur Rozak, Calon Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur Masa Khidmat 2025-2027
Di tengah derasnya arus digitalisasi yang mengubah hampir seluruh sendi kehidupan, tak sedikit yang pesimis pada masa depan tradisi, apalagi jika berkaitan dengan dunia pesantren. Namun, sejarah selalu punya kejutan.

Di antara sekian wajah baru yang tampil menyongsong era digital dengan semangat transformasi, nama Abdur Rozak mencuat sebagai representasi santri zaman baru. Seorang pemuda kelahiran Pulau Kangean Kabupaten Sumenep, yang memadukan nilai-nilai keislaman, kekuatan intelektual, dan keberanian berorganisasi, kini mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur Masa Khidmat 2025–2027.

Rozak bukan hanya representasi santri klasik yang taat pada disiplin pesantren, ia juga anak zaman yang tahu cara bicara pada dunia melalui kanal-kanal digital. Kiprah dan pemikirannya lahir dari akar tradisi Pesantren Nurul Jadid Paiton—sebuah pesantren besar yang tak asing di Jawa Timur—namun tumbuh dan berkembang dalam pergulatan ide dan tantangan zaman modern. Sosok Rozak sangat menarik untuk kami ulas dengan menelusuri perjalanan dan gagasannya yang menjadikannya figur penting dalam peta kepemimpinan PMII di Jawa Timur.

Mondok, Belajar, dan Menemukan Jalan

Abdur Rozak menapaki jalan intelektualnya setidaknya dari Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, salah satu pesantren modern yang menggabungkan sistem salafiyah dengan pendidikan formal. Di sana, ia bukan hanya menekuni kitab kuning dan rutinitas keagamaan, tetapi juga mulai belajar mengenal dunia luar, terutama lewat diskusi, organisasi, dan dunia literasi. Di pesantren itulah, Rozak belajar bahwa menjadi santri bukan berarti menutup diri dari perubahan zaman.

“Di pesantren saya belajar disiplin, tapi juga diajarkan berpikir kritis. Kami dididik untuk menjadi problem solver, bukan sekadar penghafal,” ujar Rozak dalam sebuah perbincangan santai.

Pengalaman mondok selama beberapa tahun membentuk karakter dasarnya: teguh, sederhana, dan tidak banyak bicara—tapi ketika waktunya tiba, pikirannya tajam dan suaranya tegas.

Dengan tempaan dalam dunia pesantren dan setamatnya dari SLTA, Rozak melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Universitas Nurul Jadid (UNUJA). Pilihan ini menarik, karena memperlihatkan keberaniannya untuk menjembatani dunia agama dan teknologi. Di tengah stereotip bahwa santri cenderung menghindari sains dan teknologi, Rozak justru memilih sebaliknya. Ia percaya bahwa ke depan, tantangan umat Islam adalah menguasai dunia digital dan teknologi tanpa tercerabut dari akar nilai dan tradisinya.

Bertumbuh di PMII: Dari Rayon ke Cabang

Langkah awal Rozak dalam dunia organisasi (PMII) dimulai dari kepengurusan rayon di PMII UNUJA, tempat ia pertama kali menyelami dunia aktivisme mahasiswa. Meskipun berlatar fakultas teknik, di sana, ia aktif dalam diskusi-diskusi filsafat, kajian pemikiran Islam, hingga berbagai advokasi sosial. Ia tidak tampil dominan sejak awal, namun dikenal konsisten hadir dalam proses, dan pelan-pelan mulai diakui sebagai kader yang matang secara pemikiran dan loyal dalam pergerakan.

Rozak pernah dipercaya sebagai Ketua Komisariat PMII Unuja masa khdimat 2020-2021, masuk kepengurusan cabang di bidang advokasi dan gerakan, hingga akhirnya dipercaya menempati posisi strategis, yakni Ketua Umum PC PMII Probolinggo. Selama masa khidmatnya 2024–2025, Rozak dikenal sebagai sosok yang mampu menjaga harmoni internal, tapi juga tidak takut mengambil sikap tegas terhadap persoalan-persoalan public di wilayah Probolinggo Raya.

Salah satu catatan pentingnya selama menjadi ketua cabang adalah memperkuat konsolidasi kaderisasi di akar rumput. Rozak sadar bahwa regenerasi adalah ruh organisasi, dan organisasi mahasiswa seperti PMII hanya akan kuat bila basis rayon dan komisariatnya tumbuh secara sehat. Di bawah kepemimpinannya, komisariat dan rayon terus dikawal, pelatihan-pelatihan berbasis kader dilakukan secara berkala dengan melibatkan alumni serta instruktur dari berbagai daerah.

Gagasan Digitalisasi Gerakan: PMII Harus Masuk ke Dunia Baru

Salah satu hal yang paling membedakan Rozak dari kebanyakan aktivis PMII adalah pandangannya yang progresif terhadap dunia digital. Ia meyakini bahwa PMII harus segera melakukan digitalisasi gerakan—tidak hanya dalam hal media sosial, tetapi juga dalam pengelolaan data kader, pengarsipan, hingga sistem kaderisasi online yang bisa menjangkau struktur paling bawah.

“Kalau kita tidak segera adaptif terhadap dunia digital, kita akan ketinggalan. Kita akan kehilangan komunikasi dengan generasi baru,” ujarnya.

Menurut Rozak, digitalisasi bukan soal memindahkan rapat ke Zoom atau membuat akun Instagram dan media lainnya. Itu hanya permukaan. Yang lebih penting adalah membangun ekosistem digital gerakan yang bisa mempercepat distribusi pengetahuan, memperkuat jejaring kader, dan membuka akses publikasi kader ke tingkat nasional bahkan internasional.

Gagasan inilah yang kini menjadi salah satu poin utama dalam visinya sebagai calon Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur 2025–2027. Ia ingin menjadikan PMII Jatim sebagai poros transformasi digital PMII se-Indonesia.

Santri, Teknokrat, dan Aktivis Sosial

Rozak adalah contoh bagaimana tiga identitas—santri, teknokrat, dan aktivis—dapat menyatu secara harmonis. Di satu sisi, ia memiliki kedalaman spiritual sebagai alumnus pesantren. Di sisi lain, ia terlatih secara teknis dan logis sebagai mahasiswa teknik; dan dalam kesehariannya, ia aktif memperjuangkan hak-hak mahasiswa, petani, dan masyarakat bawah sebagai aktivis sosial.

Gabungan tiga identitas ini menjadikannya tokoh muda yang relatif lengkap. Dalam beberapa forum, ia sering tampil sebagai pembicara yang bisa menjembatani bahasa agama dengan bahasa teknologi, atau memadukan strategi gerakan lapangan dengan pendekatan digital.

Di kalangan santri muda dan mahasiswa, Rozak mulai mendapat tempat sebagai role model baru. Ia menunjukkan bahwa menjadi santri tak berarti terkurung dalam tradisi masa lalu, dan menjadi mahasiswa teknik tak harus menjauh dari nilai-nilai spiritual. Ia berada di tengah-tengah, menjahit dua dunia itu dengan satu benang merah: pengabdian.

PMII dan Tantangan Jatim ke Depan

Sebagai salah satu provinsi dengan jumlah kader PMII terbesar, Jawa Timur adalah episentrum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Dinamika dan gesekan organisasi sering kali lebih keras di Jatim dibandingkan wilayah lain. Karena itu, menjadi Ketua Umum PKC PMII Jatim bukan hanya soal popularitas, tetapi juga soal kemampuan menjaga soliditas, mengelola keragaman, dan membangun arah gerakan yang responsif terhadap konteks kekinian.

Dalam beberapa kesempatan, Rozak menyampaikan bahwa ke depan, tantangan PMII di Jatim adalah:

  1. Kaderisasi yang meluas dan merata — bukan hanya di kampus besar, tapi juga di kampus kecil dan cabang yang masih “kecil”.
  2. Digitalisasi sistem informasi dan administrasi organisasi — agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel.
  3. Kemandirian ekonomi kader dan organisasi — lewat program-program kewirausahaan dan koperasi kader.
  4. Isu lingkungan dan sosial — karena PMII tidak boleh abai terhadap isu-isu kontemporer seperti krisis iklim, urbanisasi, dan digital divide.
  5. Penguatan ideologi keislaman Ahlussunnah wal Jama’ah — sebagai benteng dari ekstremisme dan pragmatisme gerakan.

Rozak dan Politik Gagasan

Satu hal yang cukup menonjol dari Abdur Rozak adalah keberaniannya mengusung politik gagasan. Ia tak banyak bermain simbol, tetapi lebih senang membicarakan program konkret dan struktur organisasi yang sehat. Ia menghindari narasi "balas budi", dan lebih mengandalkan rekam jejak serta strategi masa depan.

Dalam komunikasi politiknya, Rozak tidak tampil dengan gaya bombastis. Ia lebih memilih pendekatan low profile, mengedepankan dialog, dan menjadikan ruang-ruang kader sebagai laboratorium pemikiran. Ia juga tidak memusuhi lawan politik, dan tetap menjaga etika komunikasi dalam kompetisi.

Hal ini penting, karena salah satu penyakit dalam organisasi mahasiswa hari ini adalah menurunnya kualitas adab dalam politik. Rozak mencoba membawa angin segar dengan kembali menghidupkan etika pergerakan yang santun, rasional, dan berpijak pada nilai.

Dari Probolinggo Menuju Jawa Timur

Dari lorong-lorong Pesantren Nurul Jadid, dari ruang kelas Fakultas Teknik UNUJA, dan dari sekretariat PC PMII Probolinggo—Abdur Rozak kini melangkah menuju panggung yang lebih besar: PKC PMII Jawa Timur. Di pundaknya, harapan kader muda bertumpu. Ia bukan hanya membawa bendera organisasi, tetapi juga semangat perubahan zaman.

Anak pesantren kini tak lagi hanya berdakwah dari mimbar. Mereka telah menyapa ruang digital, masuk ke dunia data, menulis di layar, berbicara di podcast, mengadvokasi lewat media sosial, dan membangun jaringan lewat sistem. Abdur Rozak adalah salah satunya. Ia adalah wajah baru santri yang tidak melupakan akar, namun tak ragu menumbuhkan cabang ke langit.

Dengan segala pengalaman, visi, dan rekam jejaknya, Rozak mungkin tak sempurna. Tapi ia menawarkan sesuatu yang langka hari ini: keteguhan prinsip dan keberanian untuk berinovasi. Dari Probolinggo untuk Jawa Timur—santri kini siap memimpin zaman.