
Aktris Olivia Zalianty membacakan puisi bertema lingkungan diiringi musik etnik AAK Arca Tatasawara, menambah magis suasana amfiteater Bromo
Probolinggo, Indonara - Hamparan
lautan pasir dan megahnya Amfiteater Seruni Point Gunung Bromo kembali berubah
menjadi panggung megah untuk pertunjukan kolosal yang memikat mata dan
menggugah kesadaran kolektif.
Eksotika Bromo 2025 resmi digelar pada 21–22 Juni dengan
membawa misi yang lebih dalam dari sekadar hiburan. Tahun ini, festival
mengangkat tema ‘Satu Orang, Satu Pohon’, sebuah ajakan simbolik untuk
berkontribusi langsung terhadap pelestarian lingkungan.
Lebih dari festival seni biasa, Eksotika Bromo menjadi
ruang kontemplasi yang memadukan harmoni antara seni pertunjukan, budaya lokal,
dan kepedulian terhadap alam. Pembina sekaligus penata skenografi kelompok seni
Jatiswara, Heri Lentho, menjelaskan bahwa tema ini lahir dari kegelisahan
terhadap kondisi ekosistem Bromo yang semakin rentan.
“Kami ingin setiap peserta merasakan tanggung jawab pribadi
terhadap lingkungan. Satu orang menanam satu pohon. Sederhana, tapi kuat
maknanya,” ujar Heri usai gladi kotor, Jumat 20 Juni 2025.
Gladi tersebut diawali dengan ritual kidung yang membawa
para seniman dan warga Tengger dalam suasana doa-doa alam. Dentuman Reog
Benggolo dari Pasuruan pun menggema, disusul dengan tarian Tipung Tengger dan
dinamisnya tabuhan dari kelompok Baleganjur yang membangkitkan semangat.
Salah satu momen paling mengharukan dalam acara ini adalah
ketika aktris sekaligus pegiat budaya, Olivia Zalianty, membacakan puisi
bertema lingkungan. Puisinya mengalun syahdu di tengah lanskap Seruni Point,
diperkuat oleh iringan musik etnik dari AAK Arca Tatasawara yang memberi
sentuhan spiritual dan magis pada suasana.
Uniknya, semangat pelestarian tidak hanya datang dari
panggung seni. Warga lokal, komunitas Pramuka, hingga Balai Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS) turut ambil bagian dengan menyediakan lahan
konservasi. Kolaborasi lintas sektor ini menegaskan betapa erat hubungan antara
budaya dan lingkungan.
Daya tarik lain dari Eksotika Bromo 2025 adalah
keberhasilannya merangkul generasi muda melalui inovasi tari. Duo koreografer
Ayu dan Setiawan berhasil menyatukan gerak tradisional dengan nuansa
kontemporer, membuktikan bahwa warisan budaya bisa tumbuh selaras dengan
semangat zaman.
Kabid Ekonomi Kreatif Disporapar Kabupaten Probolinggo,
Dian Cahyo Prabowo, menilai bahwa festival ini lebih dari sekadar perayaan
tahunan.
“Kami ingin ini jadi gerakan berkelanjutan, yang berdampak
bagi masyarakat dan lingkungan dalam jangka panjang,” ujar lulusan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata (STIEPAR) Bandung itu.
Dengan partisipasi lebih dari 600 peserta dari berbagai
daerah, Eksotika Bromo 2025 tampil sebagai panggung edukasi dan aksi nyata.
Sebuah ruang untuk menanam pohon, menanam kepedulian, dan menanam harapan agar
Gunung Bromo tetap lestari — untuk hari ini dan masa depan.