Kediri, Indonara - Pondok
Pesantren Al-Amin, Ngasinan, Kota Kediri, menjadi saksi berkumpulnya para
pegiat pesantren muda atau yang dikenal sebagai Gawagis dari berbagai daerah di
Jawa Timur dan Jawa Tengah pada Selasa (24/6/2025). Dalam forum bertajuk “Islam
Rahmah, Pesantren Ramah”, para Gawagis menghidupkan kembali semangat kasih
sayang dan keramahan yang selama ini menjadi napas utama pendidikan Islam
tradisional, di tengah derasnya gelombang perubahan zaman.Suasana forum Gawagis Jawa Timur-Jawa Tengah di Pondok Pesantren Al-Amin, Ngasinan, Kota Kediri
Gus Muhammad Faried Muttaqin Iskandar, pengasuh Pondok
Pesantren Al-Amin Kediri, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran
pesantren di era digital yang penuh tantangan dan keterbukaan informasi. Ia
menyebutkan bahwa forum semacam ini adalah bentuk nyata ikhtiar pesantren dalam
merespons problematika kekinian.
“Pesantren harus tetap menjadi rumah yang nyaman bagi
santri, sekaligus mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan identitas
keislamannya,” pesan Gus Farid, sapaan akrab beliau. Pesan ini sekaligus
menegaskan bahwa pesantren harus mampu berdialog dengan perkembangan zaman
tanpa tercerabut dari nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara
turun-temurun.
Gus Fatah Wahab, salah satu koordinator acara, juga
menyampaikan harapan agar forum ini menjadi ruang sinergi yang produktif antar
Gawagis. “Melalui forum ini, kami berharap Gawagis dapat bersinergi membangun
pesantren yang tetap relevan, ramah, dan penuh kasih sayang,” tuturnya. Ia
menambahkan bahwa forum ini menjadi wadah strategis untuk menyusun solusi
inovatif dalam penguatan pendidikan karakter, menciptakan lingkungan pesantren
yang inklusif, serta mendorong kurikulum yang adaptif terhadap perkembangan
zaman.
Acara ini dibuka dengan istighosah dan sesi “Dawuh
Masyayikh” yang menghadirkan wejangan dari para Gawagis senior. Mereka
menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya menjaga nilai-nilai rahmatan
lil ‘alamin dalam mengelola pesantren. Sesi ini menjadi landasan moral yang
kuat sebelum dilanjutkan ke diskusi tematik bertajuk “Kyaiku Rahmah,
Pesantrenku Ramah.”
Diskusi panel diisi dengan gagasan-gagasan progresif yang
menyentuh berbagai aspek pengelolaan pesantren, dari pendidikan hingga aspek
sosial. Setelah itu, para peserta terlibat dalam sesi berbagi pengalaman yang
mengungkap kisah-kisah inspiratif seputar upaya pesantren dalam menghadapi
tantangan modernisasi. Cerita-cerita ini menjadi cermin semangat adaptasi yang
tetap berpijak pada akar tradisi.
Pada puncak acara, para peserta membacakan Deklarasi
Pesantren Ramah Santri sebagai bentuk komitmen bersama untuk memperkuat
nilai-nilai keramahan dan inklusivitas di lingkungan pesantren. Deklarasi ini
mencerminkan tekad untuk mengelola pesantren dengan pendekatan yang lebih
transparan, partisipatif, dan terbuka terhadap dinamika sosial masyarakat.
Lebih dari sekadar acara seremonial, pertemuan ini telah
menandai terbentuknya jaringan kolaboratif yang solid antar-pesantren di
wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jaringan ini diharapkan mampu menjadi ruang
diskusi berkelanjutan bagi Gawagis untuk merumuskan strategi pengembangan
pesantren yang tetap setia pada tradisi, namun tidak menutup diri dari inovasi.
Dengan semangat Islam yang rahmah dan pendekatan pendidikan
yang ramah, forum ini menjadi titik tolak bagi hadirnya generasi baru pesantren
yang siap menjawab tantangan zaman—tanpa kehilangan jati diri dan misi
keislaman yang welas asih.