Duduk bersila di antara tumpukan ikan dan anyaman bambu,
Rozak tidak datang dengan janji muluk. Ia datang membawa rasa ingin tahu dan
kesediaan untuk mendengar jeritan para penjaga laut. Sebuah sikap yang mulai
langka di tengah maraknya elit-elit organisasi yang lebih sibuk dengan
pencitraan di ruang digital ketimbang menjejakkan kaki di tanah basah rakyat.
Para nelayan bercerita tentang hasil tangkapan yang semakin
minim, biaya melaut yang meningkat karena harus ke tengah laut, serta
keputusasaan yang muncul akibat pencemaran dan banjir rob yang kini datang
tanpa permisi. Semua itu terjadi karena hutan mangrove yang seharusnya menjadi
pelindung alami telah habis dibabat dan dialihfungsikan untuk tambak udang
skala besar. Ini bukan sekadar degradasi lingkungan, tapi perampasan ruang
hidup.
Dalam konteks ini, Rozak menunjukkan bahwa kader pergerakan
tidak cukup hanya aktif dalam forum-forum kaderisasi atau seminar. PMII sebagai
organisasi yang mengusung nilai-nilai keadilan sosial dan keilmuan, mestinya
tidak absen dalam isu-isu ekologis yang menyentuh langsung pada kehidupan
masyarakat bawah. Perjuangan kader pergerakan harus dibumikan, bukan sekadar
dimodifikasi dalam slogan atau baliho.
Lebih dari itu, kunjungan ini menegaskan bahwa kepemimpinan
masa depan tidak boleh tercerabut dari realitas sosial. Seorang calon pemimpin
harus mau membaur dengan rakyat, mendengar, dan memahami persoalan dari
akarnya. Rozak menunjukkan bahwa keberpihakan tidak ditentukan dari seberapa
lantang berorasi, tetapi dari seberapa dalam kita peduli dan berani menyuarakan
yang tidak bersuara.
PMII Jawa Timur membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu
menyusun road map kaderisasi, tetapi juga memiliki keberanian politik untuk
membela hak-hak rakyat kecil, termasuk nelayan yang selama ini menghadapi
ketidakadilan ekologis. Gerakan mahasiswa Islam harus kembali menegaskan
posisinya sebagai pembela kaum tertindas dan penjaga kelestarian lingkungan.
Apa yang dilakukan Rozak di pesisir Probolinggo bukanlah
akhir, tetapi awal dari harapan. Bahwa masih ada kader yang berjalan kaki
menelusuri kampung-kampung nelayan, membawa semangat perubahan yang lahir dari
bawah, bukan dari atas. Dari suara laut yang sunyi itu, kita diingatkan kembali
bahwa tanggung jawab kader adalah berpihak, dan berpihak itu harus diwujudkan
tidak hanya dikatakan.
***
Penulis: Dedi Bayu Angga (Mandataris Ketum PC PMII
Probolinggo)
