Suara Rakyat Pesisir dan Tanggung Jawab Kader Pergerakan

Abdur Rozak ketemu dengan nelayan di Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo berbincang soal problematika rakyat pesisir (nelayan) sembari menunjukkan sebuah majalah yang didalamnya ada beberapa hasil liputan yang telah dilakukannya terkait nelayan dan segala problematikanya di Probolinggo.
Kehadiran Abdur Rozak, Calon Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur, di pesisir Probolinggo dari Tongas hingga Paiton bukan sekadar safari politik. Dalam situasi sosial yang kian menganga, Rozak hadir sebagai saksi sekaligus pendengar atas realitas getir nelayan yang kini semakin termarjinalkan. Di tengah krisis ekologis akibat alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak udang dan pencemaran dari limbah industri, suara nelayan kecil menjadi gema yang nyaris tak terdengar di ruang-ruang kekuasaan.

Duduk bersila di antara tumpukan ikan dan anyaman bambu, Rozak tidak datang dengan janji muluk. Ia datang membawa rasa ingin tahu dan kesediaan untuk mendengar jeritan para penjaga laut. Sebuah sikap yang mulai langka di tengah maraknya elit-elit organisasi yang lebih sibuk dengan pencitraan di ruang digital ketimbang menjejakkan kaki di tanah basah rakyat.

Para nelayan bercerita tentang hasil tangkapan yang semakin minim, biaya melaut yang meningkat karena harus ke tengah laut, serta keputusasaan yang muncul akibat pencemaran dan banjir rob yang kini datang tanpa permisi. Semua itu terjadi karena hutan mangrove yang seharusnya menjadi pelindung alami telah habis dibabat dan dialihfungsikan untuk tambak udang skala besar. Ini bukan sekadar degradasi lingkungan, tapi perampasan ruang hidup.

Dalam konteks ini, Rozak menunjukkan bahwa kader pergerakan tidak cukup hanya aktif dalam forum-forum kaderisasi atau seminar. PMII sebagai organisasi yang mengusung nilai-nilai keadilan sosial dan keilmuan, mestinya tidak absen dalam isu-isu ekologis yang menyentuh langsung pada kehidupan masyarakat bawah. Perjuangan kader pergerakan harus dibumikan, bukan sekadar dimodifikasi dalam slogan atau baliho.

Lebih dari itu, kunjungan ini menegaskan bahwa kepemimpinan masa depan tidak boleh tercerabut dari realitas sosial. Seorang calon pemimpin harus mau membaur dengan rakyat, mendengar, dan memahami persoalan dari akarnya. Rozak menunjukkan bahwa keberpihakan tidak ditentukan dari seberapa lantang berorasi, tetapi dari seberapa dalam kita peduli dan berani menyuarakan yang tidak bersuara.

PMII Jawa Timur membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu menyusun road map kaderisasi, tetapi juga memiliki keberanian politik untuk membela hak-hak rakyat kecil, termasuk nelayan yang selama ini menghadapi ketidakadilan ekologis. Gerakan mahasiswa Islam harus kembali menegaskan posisinya sebagai pembela kaum tertindas dan penjaga kelestarian lingkungan.

Apa yang dilakukan Rozak di pesisir Probolinggo bukanlah akhir, tetapi awal dari harapan. Bahwa masih ada kader yang berjalan kaki menelusuri kampung-kampung nelayan, membawa semangat perubahan yang lahir dari bawah, bukan dari atas. Dari suara laut yang sunyi itu, kita diingatkan kembali bahwa tanggung jawab kader adalah berpihak, dan berpihak itu harus diwujudkan tidak hanya dikatakan.

***

Penulis: Dedi Bayu Angga (Mandataris Ketum PC PMII Probolinggo)