Turun ke Pesisir: Abdur Rozak Dengarkan Jeritan Nelayan, Serukan Keadilan Ekologis dari Tongas hingga Paiton

Abdur Rozak saat mendengarkan keluh kesah nelayan di Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo sembari berbagi melenting tembakau
Probolinggo, Indonara - Abdur Rozak, sosok muda yang digadang-gadang sebagai Calon Ketua Umum Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap masyarakat akar rumput. Dalam agenda kunjungannya ke sejumlah titik pesisir dari ujung Tongas hingga Paiton di Probolinggo, Rozak secara langsung menyerap aspirasi para nelayan tradisional yang kini terjebak dalam pusaran krisis ekologis dan ketimpangan kebijakan lingkungan.

Bersama para nelayan, Rozak duduk bersahaja di sebuah gubuk sederhana. Ia mendengarkan secara saksama cerita getir tentang laut yang kian tak ramah. Para nelayan mengeluh, hasil tangkapan mereka semakin hari semakin menipis. Mereka kini harus melaut lebih jauh ke tengah karena perairan pesisir telah tercemar limbah pabrik dan tambak udang. Bahkan, banjir rob menjadi momok yang rutin datang menghantam pemukiman dan tempat pengolahan hasil laut mereka.

"Ini bukan sekadar persoalan penghasilan yang menurun, ini tentang rusaknya keseimbangan antara manusia dan alam. Ketika mangrove ditebang demi tambak-tambak industri, maka bukan hanya ekosistem yang hancur, tetapi juga kehidupan masyarakat pesisir yang terancam," ujar Rozak dengan nada prihatin.

Alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak udang di sepanjang pesisir semenanjung Probolinggo, menurutnya, adalah bentuk pengabaian terhadap hak hidup nelayan dan keberlangsungan lingkungan. Mangrove yang semestinya menjadi benteng alami dari abrasi dan banjir rob kini tergantikan oleh kepentingan bisnis sesaat. Akibatnya, masyarakat yang sejak dulu bergantung pada laut harus menerima dampak paling buruk dari kerusakan ini.

Rozak menegaskan bahwa perubahan hanya bisa dimulai dengan keberanian untuk mendengarkan langsung jeritan rakyat. Ia menolak menjadi pemimpin yang hanya berteori dari balik meja. Baginya, nilai dasar perjuangan PMII adalah keberpihakan terhadap kaum tertindas, termasuk para nelayan kecil yang selama ini menjadi korban diam dari pembangunan yang tidak ramah lingkungan.

"Kita harus menata ulang arah pembangunan pesisir. Tidak cukup hanya bicara tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus menjamin keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. PMII Jawa Timur harus hadir sebagai pelindung dan suara dari mereka yang seringkali dilupakan dalam kebijakan," tegasnya.

Abdur Rozak saat mendengarkan segala bentuk keluh kesah nelayan, seperti harga ikan yang tidak menentu, pencemaran air laut yang menjadi polemik di warga pesisir.

Kunjungan ini bukan sekadar simbolis. Rozak berkomitmen akan membawa isu-isu lingkungan pesisir dan nasib nelayan ke panggung lebih luas, menjadikannya bagian dari agenda strategis gerakan PMII. Ia menyerukan pentingnya regulasi yang berpihak kepada nelayan tradisional, pemulihan mangrove, serta pengetatan pengawasan terhadap industri tambak dan pabrik yang mencemari laut.

Dengan gaya komunikasi yang membumi dan kepekaan sosial yang tinggi, Rozak membuktikan bahwa seorang pemimpin tidak cukup hanya dikenal, tetapi harus benar-benar hadir. Dari tongkrongan nelayan hingga ruang-ruang strategis, Rozak membawa semangat perlawanan yang merangkul: membangun masa depan Jawa Timur yang lestari, adil, dan berpihak pada rakyat kecil.

Langkah nyata Rozak menjadi pesan kuat bahwa perjuangan tidak hanya dimulai di ruang diskusi, tapi juga di tengah denyut kehidupan rakyat yang paling rentan. Sebuah harapan baru dari pesisir yang sunyi untuk keadilan, untuk perubahan.