BEM Se-Kalimantan Tolak Rencana Transmigrasi 2025–2029: Kalimantan Bukan Tanah Kosong

Andi Muhammad Akmal, Koordinator Pusat BEM Se-Kalimantan Periode 2024-2025. [Dok. Indonara]

Samarinda, Indonara - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Kalimantan menyatakan penolakan terhadap rencana prioritas kawasan transmigrasi tahun 2025–2029 yang menetapkan sebagian besar wilayah Kalimantan sebagai tujuan utama. Penolakan ini disampaikan dalam pernyataan sikap resmi yang dirilis oleh Koordinator Pusat BEM Se-Kalimantan, Andi Muhammad Akmal.

Dalam pernyataan tersebut, BEM Se-Kalimantan menilai bahwa rencana transmigrasi yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui RPJMN, masih memandang Kalimantan sebagai ruang kosong yang dapat diisi tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat, ekosistem lokal, dan nilai-nilai budaya yang telah lama mengakar.

“Kalimantan bukan tanah kosong. Ia adalah rumah bagi komunitas adat, kearifan lokal, dan keanekaragaman hayati. Wilayah ini justru menjadi benteng terakhir dari krisis ekologis nasional,” ujar Akmal dalam pernyataannya.

BEM Se-Kalimantan juga menyoroti belum adanya proses konsultasi publik yang terbuka dan inklusif terkait kebijakan tersebut. Mereka menilai, pendekatan top-down yang diambil pemerintah mencederai prinsip demokrasi partisipatif dan berpotensi memicu konflik sosial serta kerusakan lingkungan.

Selain itu, para mahasiswa menyampaikan kekhawatiran bahwa program transmigrasi akan memperburuk tekanan terhadap ruang hidup masyarakat lokal di tengah maraknya aktivitas industri ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan sawit, dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.

“Transmigrasi yang dipaksakan tanpa kajian mendalam dan tanpa keterlibatan masyarakat hanya akan melanggengkan pola pembangunan yang eksploitatif,” tambahnya.

Mereka menuntut agar pemerintah mengevaluasi rencana transmigrasi tersebut secara menyeluruh dengan melibatkan masyarakat lokal dan mempertimbangkan aspek keadilan sosial serta kelestarian lingkungan.

BEM Se-Kalimantan menyatakan bahwa Kalimantan bukan pelengkap pembangunan nasional dan menegaskan bahwa masyarakat di wilayah tersebut memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan sendiri.

“Kami bukan penonton atas keputusan pusat. Kami adalah bagian dari Indonesia yang berdaulat, berhak bicara, dan harus dilibatkan,” tegasnya.