Probolinggo, Indonara - Satuan Tugas Minuman Keras (Satgas Miras) dari
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Probolinggo menyegel sebuah
rumah toko (ruko) di kawasan Perumahan Green Garden, Desa Sumberlele, Kecamatan
Kraksaan, pada Selasa (8/7/2025). Penyegelan dilakukan karena ruko tersebut
diduga menjual minuman keras (miras) tanpa dokumen legalitas usaha yang
lengkap.
Sebelum penyegelan
dilakukan, Satgas Miras telah beberapa kali memberikan peringatan kepada
pemilik usaha, termasuk saat melakukan penyitaan empat dus miras oplosan jenis
arak Bali dari lokasi yang sama. Sementara itu, ribuan botol miras bercukai
lainnya tidak disita, tetapi pemilik diminta segera mengurus perizinannya.
Namun, hingga batas waktu yang diberikan pada Senin (7/7), izin yang diminta
tidak kunjung dipenuhi.
"Langkah
penyegelan ini bersifat sementara dan dilakukan secara terbuka dengan
disaksikan langsung oleh kuasa hukum pemilik toko," ujar Kepala Satpol PP
Kabupaten Probolinggo, Sugeng Wiyanto.
Sugeng menjelaskan
bahwa izin-izin yang masih bermasalah antara lain adalah izin operasional dan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang tidak sesuai dengan peruntukan, titik
koordinat gudang yang tidak cocok dengan dokumen, serta belum adanya Tanda
Daftar Gudang. Selain itu, legalitas dari kementerian dan aspek permodalan
usaha juga masih dalam tahap konfirmasi.
“Kami beri
kesempatan kepada pemilik toko untuk melengkapi semua dokumen yang diperlukan.
Ini adalah bentuk penghormatan terhadap proses hukum dan administrasi,”
tambahnya.
Langkah penyegelan
ini merupakan tindak lanjut dari hasil inspeksi lapangan yang dilakukan
sebelumnya oleh tim Satgas Miras yang terdiri dari unsur Satpol PP, tokoh
agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta sejumlah organisasi masyarakat.
Dalam inspeksi tersebut, pihak toko tidak dapat menunjukkan legalitas usaha
secara rinci.
Sementara itu, Juru
Bicara Sae Law Care, Mustofa, yang turut mendampingi proses inspeksi, menyebut
ada potensi pelanggaran hukum lain yang bisa ditelusuri, terutama terkait
pelaporan pajak dan lokasi usaha.
“Dari informasi
yang kami peroleh, modal awal toko disebut mencapai Rp5 miliar. Namun, mereka
melaporkan omzet nol setiap triwulan, padahal kenyataannya transaksi tetap
berjalan. Ini perlu ditelusuri lebih lanjut,” ungkap Mustofa.
Ia juga menyoroti aspek lokasi usaha yang dekat dengan pondok pesantren dan rumah ibadah. “Kalau mengacu pada aturan formal, seharusnya lokasi semacam ini tidak layak untuk usaha penjualan minuman keras,” ujarnya.
Pemerintah daerah menyatakan akan mendukung usaha tersebut jika seluruh izin telah dilengkapi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
.jpg)