Sri Mulyani Tegaskan Fluktuasi Anggaran Pendidikan Bukan Kesengajaan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 
Jakarta, Indonara — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons kritik terkait realisasi anggaran pendidikan yang belum mencapai 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, moneter, dan jasa keuangan, di Jakarta, Selasa (22/7), Sri Mulyani menjelaskan bahwa fluktuasi realisasi anggaran pendidikan terjadi karena sifat komponen belanja negara yang dinamis.

“Belanja modal tergantung dari penyerapan. Kalau penyerapannya lebih rendah berarti 20 persennya bisa terlewati. Kalau belanja barang, perjalanan dinas segala macam plus program-program, itu pun penyerapannya bisa lebih rendah, bisa lebih tinggi,” kata Sri Mulyani, dikutip dari Antara.

Ia menyebut fenomena seperti El Niño dapat memengaruhi struktur belanja negara. Menurutnya, penambahan bantuan sosial (bansos) saat krisis dapat menyebabkan kenaikan belanja negara sehingga persentase alokasi pendidikan terlihat lebih kecil dari target.

“Saat terjadi El Nino, penambahan bantuan sosial (bansos) membuat harga belanja naik, sehingga persentase 20 persen yang dialokasikan seolah-olah terlihat lebih rendah dari target awal,” ujarnya.

Sri Mulyani juga memaparkan bahwa sebagian dana pendidikan ditempatkan pada pos pembiayaan sebagai bantalan menghadapi dinamika ekonomi nasional. Ia menegaskan bahwa APBN memiliki banyak fungsi dan tidak dapat hanya difokuskan pada satu sektor.

Ia membantah tudingan bahwa tidak tercapainya realisasi anggaran pendidikan hingga 20 persen merupakan sebuah kesengajaan.

“RUU-nya kan dibahas dan selalu itu 20 persen sebelumnya. Exposed-nya bisa jadi tadi 17 persen, 18 persen,” katanya.

Menurutnya, pengeluaran anggaran pendidikan tidak semata-mata diukur dari besarnya nominal yang dibelanjakan, melainkan juga dari efektivitas dan kualitas penggunaan dana tersebut.

“Maka waktu itu kemudian dibuatlah sebuah wadah yang disebut dana abadi pendidikan. Supaya jangan sampai oh karena harus 20 persen harus habis nanti sekolah yang pagarnya enggak rusak diganti pagarnya,” ucap Sri Mulyani.

Dalam forum yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit mempertanyakan ketidaksesuaian antara amanat konstitusi dengan realisasi anggaran pendidikan yang tidak kunjung mencapai 20 persen dari APBN.

Ia mengungkapkan, sejak 2007 hingga 2024, persentase realisasi anggaran pendidikan selalu berada di bawah ambang batas konstitusional. Pada 2007, realisasi berada di angka 18 persen, lalu turun menjadi 15,6 persen pada 2008. Dalam beberapa tahun terakhir, angkanya juga tidak jauh berbeda: 15 persen pada 2022, 16 persen pada 2023, dan 17 persen pada 2024. Untuk tahun 2025, angkanya diperkirakan masih berada di kisaran 17 persen karena sebagian anggaran ditempatkan dalam pos pembiayaan.

“Putusan MK tahun 2007 menyatakan Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi yang tidak boleh ditunda-tunda pelaksanaannya. Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diabaikan,” tegas Dolfie.

Ia mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa alokasi 20 persen anggaran pendidikan seharusnya dimasukkan dalam pos belanja, termasuk untuk gaji guru dan tenaga pendidik.

“Oleh karena itu, ke depan 20 persen ini harapan kita semua adalah memasukkan semuanya di belanja. Tidak ada lagi cadangan yang sengaja untuk tidak direalisasikan, sehingga realisasi 20 persen anggaran pendidikan tidak pernah mencapai 20 persen,” kata Dolfie.