Kritik Gus Nadirsyah Hosen: Pemuka Agama Jangan Hanya Jadi Pemadam Kebakaran

Nadirsyah Hosen 
Jakarta, Indonara — Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir, mengkritik peran pemuka agama yang dinilainya hanya diposisikan sebagai “pemadam kebakaran” ketika terjadi gejolak sosial. Kritik tersebut ia sampaikan melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

“Pernyataan pimpinan ormas Islam yang dipanggil Prabowo seolah tak memberi efek apa-apa. Publik sudah lama melihat ormas-ormas besar ini bukan sekadar pilar masyarakat, tapi bagian dari pemerintah. Maka suara mereka terdengar lebih seperti corong kekuasaan, bukan gema keresahan rakyat. Benarkah demikian?” tulis Gus Nadir.

Menurutnya, pemerintah keliru dalam membaca situasi. Ia menilai bahwa yang melakukan aksi kekerasan di jalanan bukanlah kelompok yang terafiliasi dengan organisasi masyarakat Islam, namun justru ormas Islam yang diminta untuk menenangkan massa.

“Inilah getirnya. Saat ajaran agama gagal memberi inspirasi solutif, para pemuka agama hanya diposisikan seolah sebagai pemadam kebakaran,” ujarnya.

Gus Nadir menegaskan bahwa agama seharusnya menjadi energi moral untuk perubahan, bukan sekadar alat legitimasi. Ulama, katanya, penting untuk menjaga nilai, tetapi juga harus berani menyuarakan persoalan mendasar rakyat.

“Seharusnya sampaikan juga bahwa kami sudah ingatkan aspirasi umat pada Presiden soal rakyat yang kena PHK, biaya hidup mencekik, arogansi, korupsi merajalela, keadilan menjauh. Presiden pun mengakuinya,” tegasnya.

Ia juga menyinggung makna slogan “NKRI Harga Mati” yang kerap digaungkan, namun menurutnya kerap hanya menjadi jargon kosong.

“NKRI harga mati berarti juga berdiri di pihak rakyat. Membela tanah air berarti membela perut, suara, dan harapan rakyat. Jika pemerintah tak lagi menjaga amanat, ulama harus berani mengingatkan akar masalah, bukan sekadar jadi alat penenang suasana,” tulis Gus Nadir.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa rakyat tidak butuh khutbah yang hanya menenangkan, tetapi suara lantang yang berani mengungkap akar penderitaan.

“Yang ditunggu rakyat bukan khutbah pereda luka, tapi seruan yang berani menyingkap sumber derita. Jika agama hanya hadir untuk menenangkan tanpa mengobati akar masalah, wajar bila umat merasa ditinggalkan,” kata Gus Nadir.

Dalam tulisannya, Gus Nadir turut mengutip pandangan Imam al-Ghazali tentang hubungan kerusakan masyarakat dengan ulama dan penguasa.

“Secara umum, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan penguasa, dan kerusakan para penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama. Seandainya tidak ada hakim dan ulama yang buruk, niscaya kerusakan para penguasa akan berkurang karena mereka takut terhadap penolakan (kritik) dari ulama,” tulisnya.

"Damai dan sejahtera negeri kita," pungkasnya di instagramnya.