Pemerintah Kompensasi Pengurangan TKD Lewat Program Kopdeskel Merah Putih

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berikan keterangan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/9/2025). 
Jakarta, Indonara - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan pengurangan alokasi Transfer Keuangan Daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan digantikan melalui berbagai program kementerian dan lembaga, salah satunya Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih.

“Yang penting tepat sasaran dan memberi dampak ke seluruh daerah,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/9).

Dalam RAPBN 2026, pemerintah pusat hanya mengalokasikan transfer ke daerah sebesar Rp650 triliun, turun signifikan dari Rp919 triliun pada APBN 2025. Kekurangan tersebut dikompensasi lewat program kementerian/lembaga dengan total anggaran mencapai Rp1.300 triliun.

Kopdeskel Merah Putih menjadi salah satu program strategis pemerintah untuk memperkuat perekonomian masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Program ini dirancang sebagai kompensasi pengalihan dana TKD agar lebih banyak disalurkan langsung ke masyarakat melalui skema lintas kementerian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan aturan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2025 untuk pembiayaan Kopdeskel Merah Putih. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 63 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 28 Agustus 2025 dan resmi diundangkan pada 1 September 2025.

Dalam PMK 63/2025 Pasal 2 dijelaskan, penggunaan SAL disalurkan melalui penempatan dana pada perbankan Himbara dengan besaran Rp16 triliun. Bank penyalur terdiri dari BNI, BRI, Mandiri, dan BSI yang memberikan pinjaman kepada Kopdeskel Merah Putih dengan bunga rendah enam persen, tenor hingga enam tahun, serta masa tenggang 6–8 bulan sesuai kapasitas usaha koperasi.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi, menilai kebijakan ini sebagai langkah tepat untuk menghidupkan kembali koperasi desa.

"Ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat desa. Koperasi di desa berfungsi mengelola usaha lokal, dan kebijakan ini memungkinkan dana pusat langsung menjangkau masyarakat desa," kata Yogi.

Meski begitu, Yogi menekankan perlunya pengawasan ketat oleh lembaga seperti PPATK dan auditor independen di tingkat kabupaten/kota. Ia juga menyarankan adanya aturan teknis lintas kementerian, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Desa PDTT, serta Kementerian Koperasi dan UKM.

“Harus diatur secara detail mulai dari keanggotaan koperasi, penggunaan dana, hingga relasi dengan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa),” ujarnya.

Selain itu, Yogi mengingatkan agar Kopdeskel Merah Putih tidak bersaing dengan BUMDes di desa.

“Jangan sampai Kopdes dan BUMDes bersaing. Di desa, hubungan kekeluargaan itu kuat. Kalau dua lembaga bersaing berebut sumber pendapatan, bisa menimbulkan konflik. Idealnya, Kopdes Merah Putih menjadi bagian dari BUMDes,” tegasnya.