Jakarta, Indonara - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, melontarkan sindiran tajam terhadap Nahdlatul Ulama (NU) terkait kepeduliannya terhadap isu lingkungan. Ia menilai NU saat ini cenderung abai terhadap hal tersebut.Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar
Pernyataan itu disampaikan Cak Imin dalam sambutan pembukaan International Conference on The Transformation of Pesantren. Dalam pidatonya, ia terlebih dahulu menyinggung kunjungan salah satu tokoh PKB, Saifullah Maksum, ke sebuah sekolah kejuruan berbasis industri di Bekasi.
"Pak Saifullah Maksum mengunjungi sekolah SMK industri di Bekasi. Kesimpulannya sekolah ini sekuler banget enggak ada urusannya sama nilai. Begitu sampai sana, yang terjadi, ini sekolah lebih islami dari sekolah mana pun, padahal ini full sekuler," kata Cak Imin dikutip dari YouTube resmi DPP PKB, Rabu (25/6).
Dari pernyataan tersebut, Cak Imin lalu menarik perbandingan yang cukup menyentil, dengan menyatakan bahwa sekolah tersebut bahkan lebih NU dari NU sendiri, karena perhatiannya terhadap isu lingkungan yang menurutnya sudah mulai diabaikan oleh organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu.
"Ini sekolah lebih NU dari NU, karena pro lingkungan. NU sudah agak lupa dengan lingkungan," kata Cak Imin sambil tertawa kecil, yang disambut tawa hadirin yang hadir di forum tersebut.
Cak Imin kemudian melanjutkan bahwa peran pesantren ke depan sangat penting, terutama dalam menyongsong percepatan kemajuan bangsa. Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki segala potensi untuk maju dan menjadi solusi bagi berbagai tantangan zaman, baik dari sisi keislaman maupun kebangsaan.
"Harapan yang diberikan kepada kita semua keluarga besar pesantren di Indonesia untuk menjadi solusi keislaman ke Indonesiaan nilai-nilai yang relevan dengan tantangan zaman," tutur dia.
Ia juga menyampaikan komitmen PKB untuk mendukung perkembangan pesantren, termasuk dalam kaitannya dengan dunia industri maupun pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
"PKB siap memfasilitasi semua level untuk menjadi kemajuan-kemajuan pemerintah dan pesantren, industri dan pesantren-pesantren, industri dan pemerintah nasional maupun global," ucap dia.
Belakangan, NU memang menjadi sorotan publik akibat keterlibatannya dalam polemik pertambangan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat. Isu ini mencuat setelah pernyataan dari Ketua PBNU Ulil Abshor Abdala atau Gus Ulil yang menyebut istilah "Wahabi Lingkungan", yang kemudian memancing reaksi dari banyak pihak.
Namun, dalam sebuah kesempatan terpisah, Gus Ulil menegaskan bahwa istilah itu tidak dimaksudkan secara khusus untuk merespons kasus pertambangan di Raja Ampat, melainkan sebagai bentuk kritik terhadap pandangan ekstrem yang kaku dalam isu-isu lingkungan.
"Jadi sebetulnya sikap saya itu terkait dengan kontroversi mengenai soal Raja Ampat itu. Itu tidak spesifik mengenai soal Raja Ampat. Saya ingin menegaskan bahwa kita harus mempunyai visi yang clear tentang masalah sumber daya alam ini," kata Gus Ulil usai konferensi pers ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) di Gedung Graha Oikumene, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (23/6).
Dengan pernyataan-pernyataan dari dua tokoh penting ini, tampak bahwa ada dinamika kritis di internal dan sekitar NU terkait sikap terhadap isu lingkungan. Di satu sisi, Cak Imin menyindir NU yang dinilai mulai menjauh dari kepedulian lingkungan, sementara di sisi lain Gus Ulil mencoba meluruskan posisi NU dengan mengingatkan pentingnya memiliki visi yang jelas soal pengelolaan sumber daya alam.
Isu ini juga menyoroti semakin kompleksnya peran organisasi keagamaan seperti NU di tengah perubahan sosial-politik dan ekonomi global. Pesantren dan lembaga keagamaan kini dituntut bukan hanya menjadi pusat keilmuan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mampu menjawab tantangan zaman—termasuk dalam isu lingkungan, energi, dan keberlanjutan.
Cak Imin, dalam pernyataannya, tampak ingin menegaskan kembali posisi pesantren sebagai garda depan perubahan. Namun, sindirannya kepada NU membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang arah dan prioritas organisasi keagamaan dalam merespons isu-isu kontemporer.
Sementara itu, Gus Ulil yang menjadi salah satu representasi elite NU, mencoba menggarisbawahi pentingnya tidak terjebak dalam pendekatan ekstrem terhadap isu lingkungan, dan mendorong adanya pemahaman yang lebih menyeluruh dan strategis dalam mengelola sumber daya.
Dalam konteks ini, keduanya sebenarnya sedang menyoroti hal yang sama: pentingnya keberpihakan yang cerdas dan relevan terhadap isu lingkungan, meski dari sudut pandang dan narasi yang berbeda.
Dengan munculnya perdebatan ini, publik pun kembali diingatkan bahwa organisasi sebesar NU tidak kebal dari kritik. Justru, keterbukaan terhadap kritik dan kemampuan beradaptasi terhadap zaman menjadi tolak ukur penting dalam mempertahankan relevansi gerakan keagamaan di tengah dunia yang terus berubah.