![]() |
Potret alun-alun Trunojoyo Kabupaten Sampang. (foto:maduraholic). |
“Keadaan
politik di Kabupaten Sampang saat ini cenderung negatif. Sebanyak 31,7%
menganggap "Buruk" dan 19,8% menilai "Sangat Buruk",
sehingga total 51,5% responden berpandangan negatif,” tulis Access dalam
laporan-Nya.
Menanggapi
laporan tersebut, Agus Wahyudi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia menilai bahwa telah terjadi kekecewaan di tengah-tengah masyarakat
dalam 100 Hari Kerja bupati Sampang. Kekecewaan itu bisa dilihat dari demo
masyarakat terkait jual beli jabatan PJ Kapala Desa.
“100
hari kerja saja ada indikasi jual beli jabatan. Hal Ini bisa mengundang banyak
kekecewaan dari masyarakat Sampang kedepanya,” ujar Agus kepada Indonara.
Bagi
pemuda kelahiran Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang itu, kecurigaan
masyarakat terkait Indikasi jual beli jabatan di ruang lingkup pemerintahan
Sampang ini berangkat dari penundaan pemilihan kepala desa (Pilkades) yang
tidak jelas juntrungnya. Ada banyak desa-desa yang statusnya sudah PJ. Namun,
sampai hari ini masih belum ada keputusan dari bupati kapan pelaksanaan pemilihan
kepala desa digelar.
“Jika
Pilkades di Sampang ini, tidak ada kepastian dari bupati. Maka perlahan
demokrasi lokal di Sampang mengalami kemunduruan. Karena hal ini telah merampas
hak politik masyarakat Sampang,” ungkap Agus.
Tidak
hanya itu, Agus Menilai kondisi PJ Kades rawan terjadi intervensi dari atasan.
Karena terkadang penunjukan kepala desa sarat kepentingan politik. Yang bisa
berdampak terhadap keberpihakan PJ Kades dalam menjalankan tugas-Nya.
“Mekanisme PJ Kades biasanya diangkat oleh Bupati melalui rekomendasi Camat. Disini celahnya, pengangkatan PJ Kades sangat rawan intervensi politik dari atasan,” pungkasnya.