Jakarta, Indonara - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan dukungannya terhadap upaya pencegahan truk over dimension dan over loading (ODOL), guna menjaga kelancaran distribusi pangan nasional. Namun demikian, Kementan mendorong penerapannya dilakukan secara bertahap dan adaptif terhadap kondisi di lapangan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Agung Suganda, menekankan pentingnya keseimbangan antara keselamatan lalu lintas dengan kebutuhan logistik pangan nasional.
“Kami mendukung prinsip keselamatan jalan, dan sekaligus mendorong adanya penyesuaian yang bijak bagi sektor-sektor strategis seperti pangan. Peternak dan konsumen sama-sama berhak mendapatkan kepastian dan perlindungan,” kata Agung, dilansir dari Antara, Minggu (29/6/2025).
Agung meyakini bahwa perlakuan khusus terhadap angkutan komoditas pangan, seperti telur konsumsi, bisa menjadi solusi yang saling menguntungkan. Ia menekankan perlunya solusi adaptif agar subsektor peternakan tetap berjalan lancar tanpa terganggu oleh pembatasan muatan secara drastis.
“Penerapan ODOL idealnya dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Kita perlu solusi yang adaptif agar subsektor peternakan, khususnya distribusi telur konsumsi, tetap berjalan lancar dan tidak terdampak,” katanya.
Agung juga memaparkan bahwa truk pengangkut telur umumnya memuat antara 5 hingga 16 ton, tergantung jenis kendaraan. Sebagai contoh, truk colt diesel membawa sekitar 5.040 kg, sedangkan truk fuso bisa mencapai 16.000 kg. Jika volume angkut dibatasi, maka biaya distribusi bisa meningkat signifikan.
“Jika truk harus mengangkut lebih sedikit, artinya perlu lebih banyak ritase dan biaya. Ini bisa menaikkan harga telur di pasar, padahal masyarakat sedang butuh stabilitas harga pangan,” jelasnya.
Lebih jauh, Agung menyebut bahwa para peternak telah menunjukkan kepedulian terhadap mutu produk dengan berinovasi dalam sistem pengangkutan. Salah satunya dengan menambahkan pelindung berbentuk segitiga pada truk untuk mencegah kerusakan telur akibat air hujan.
Inovasi tersebut, lanjut Agung, perlu terus disempurnakan agar sejalan dengan ketentuan dimensi kendaraan sesuai aturan ODOL, tanpa mengorbankan efisiensi logistik maupun mutu hasil ternak.