![]() |
Koalisi Masyarakat Sipil berdemo menuntut pengesahan RUU PPRT. |
Jakarta, Indonara - Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk
segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga
(RUU PPRT) yang telah tertunda selama lebih dari dua dekade.
Wakil
Ketua Eksternal Komnas HAM, Putu Elvina, menyatakan bahwa pengesahan RUU PPRT
merupakan kewajiban konstitusional negara. Selain itu, hal ini penting untuk
memenuhi komitmen Indonesia terhadap instrumen hak asasi manusia internasional,
serta untuk mewujudkan keadilan dan perlindungan bagi kelompok rentan,
khususnya para pekerja rumah tangga (PRT).
“Komitmen
Presiden Prabowo Subianto pada peringatan May Day 2025 serta dimasukkannya RUU
PPRT ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025–2029
menjadi momentum penting yang harus dimaksimalkan,” kata Putu Elvina, dikutip
dari Antara, Kamis (19/6).
Komnas
HAM mencatat bahwa terdapat sekitar 4,2 juta PRT di Indonesia, mayoritas di
antaranya adalah perempuan dan termasuk dalam kelompok rentan. Sepanjang tahun
2024, Komnas HAM menerima 47 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap PRT.
Aduan tersebut mencakup kekerasan fisik, psikis, dan seksual; diskriminasi
dalam upah dan pekerjaan; eksploitasi; kerja paksa; perbudakan modern;
perdagangan manusia; hingga pembatasan kebebasan dan perlakuan tidak manusiawi.
Temuan
kajian Komnas HAM juga menunjukkan bahwa para PRT masih hidup tanpa kepastian
kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang layak. Hal ini memperbesar
potensi terjadinya pelanggaran HAM secara sistematis dan berulang.
Menindaklanjuti
hal tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada Badan Legislasi DPR agar RUU
PPRT memuat setidaknya lima aspek utama guna menjamin perlindungan HAM secara
maksimal.
Pertama,
pengakuan PRT sebagai pekerja sah, bukan sekadar pembantu. Kedua, jaminan
sosial dan perlindungan yang mencakup upah layak, jaminan kesehatan, kondisi
kerja manusiawi, dan perlindungan dari kekerasan. Ketiga, penghapusan diskriminasi
dengan pendekatan berbasis HAM dan kesetaraan gender.
Keempat, sistem pengawasan dan penegakan hukum yang melibatkan peran aktif pemerintah serta aparat penegak hukum. Kelima, perlindungan khusus bagi PRT yang tergolong rentan, termasuk penyandang disabilitas, anak-anak, dan pekerja migran.
“Dengan disahkannya RUU PPRT pada 2025, diharapkan pelindungan terhadap PRT dari kekerasan, diskriminasi, dan perbudakan modern dapat terwujud, serta menjamin martabat, keadilan, dan kesetaraan bagi seluruh warga negara,” tutup Putu Elvina.