KPK Buka Peluang Periksa Gubernur Sumut Bobby Nasution Terkait Dugaan Suap Proyek Jalan

 

Bobby Nasution Gubernur Sumatera Utara. Foto: Dok Humas Pemkot Medan

Medan, Indonara - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan terbuka kemungkinan untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta, pada Sabtu (28/6/2025). Pernyataan tersebut muncul saat awak media menanyakan soal kedekatan antara tersangka berinisial TOP, Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, dengan Bobby Nasution.

“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” katanya.

Asep menjelaskan bahwa KPK tengah melakukan penyidikan dengan pendekatan follow the money atau menelusuri aliran dana, khususnya yang berasal dari pihak swasta sebagai pemberi suap.

“Kami bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” katanya.

Ia menegaskan bahwa siapa pun yang diduga terlibat dalam aliran dana tersebut akan dimintai keterangan, termasuk Bobby Nasution. Kasus ini masih berada dalam tahap pengungkapan awal, sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang ikut dimintai keterangan.

Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut. Mereka adalah TOP, Kepala Dinas PUPR Sumut; RES, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK); HEL, PPK Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional Wilayah 1 Sumut; KIR, Direktur Utama PT DNG; serta RAY, Direktur PT RN yang juga anak dari KIR.

“RAY ini adalah anak dari KIR,” tambah Asep.

TOP, RES, dan HEL diduga menerima suap dari pihak swasta, yakni KIR dan RAY, untuk memuluskan proses pemenangan tender proyek jalan.

KIR dan RAY disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, TOP, RES, dan HEL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang yang sama, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.