Sumenep, Indonara - Sidang
putusan kasus pencabulan dengan terdakwa S digelar pada Selasa, 24 Juni.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sumenep menjatuhkan vonis berat kepada
terdakwa berupa hukuman penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar
subsider tiga bulan kurungan.Terdakwa S mengikuti sidang putusan di ruang sidang 1 Pengadilan Negeri (PN) Sumenep kemarin.
Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan yang
diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumenep, yang sebelumnya
menuntut terdakwa S dihukum penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar
subsider enam bulan.
Dalam perkara ini, S didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2)
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Majelis hakim
menyatakan S terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana
asusila terhadap anak tirinya.
"Putusan ini adalah hasil musyawarah majelis hakim
sebagaimana telah dibacakan putusannya dalam sidang," kata Juru Bicara PN
Sumenep, Jeta Tri Darmawan.
Jeta juga menjelaskan bahwa terdakwa masih memiliki waktu
tujuh hari sejak pembacaan putusan untuk menyatakan sikap, apakah menerima atau
mengajukan banding. "Terdakwa belum menyatakan menerima, tapi putusan
inkrah nanti akan ditetapkan pada 1 Juli 2025," ungkapnya.
Sidang pembacaan putusan digelar di ruang sidang 1 PN
Sumenep, dipimpin oleh hakim Andri Lesmana. Sebelum menjatuhkan vonis, majelis
hakim mempertimbangkan sejumlah aspek, termasuk barang bukti yang diajukan oleh
penuntut umum serta keterangan para saksi yang hadir di persidangan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa
terdakwa terbukti melakukan kekerasan dengan memaksa anak tirinya untuk
melakukan persetubuhan. "Terdakwa dijatuhi vonis penjara selama 15 tahun,
denda Rp 1 miliar dan subsider selama tiga bulan," putus majelis hakim.
Kasus ini mencuat setelah S dilaporkan ke Polres Sumenep
oleh istrinya, AM (47), pada Senin, 17 Februari. Dalam laporan tersebut, AM
mengungkapkan bahwa perilaku bejat suaminya terungkap dari pengakuan sang anak.
Peristiwa itu terjadi saat mereka tinggal di Banten pada tahun 2021, di mana S
menjaga toko kelontong dan anak AM ikut tinggal karena sedang libur sekolah.
"Saat itu anak saya sedang libur sekolah, jadi dia
ikut ke Banten," ungkap AM.
Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2021, anaknya telah
mengalami tindakan tidak senonoh dari ayah tirinya berulang kali. Aksi terakhir
terjadi pada Senin, 10 Februari, yang kemudian menjadi titik awal pelaporan ke
pihak berwajib. Hingga saat ini, korban masih mengalami trauma yang berat
akibat peristiwa tersebut.