BEM PTNU Soroti Geopolitik Ekonomi: Aksi Mahasiswa di Tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Arya Eka Bimantara, Direktur Lembaga Kajian Strategis dan Advokasi Nasional BEM PTNU Se-Nusantara. [Dok. Istimewa]

Jakarta, Indonara - Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan, Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) Se-Nusantara angkat bicara soal peran mahasiswa dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas nasional dan kebebasan berekspresi. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang tercatat mencapai 5,03 persen pada 2024 dan tren ekspor yang melonjak tajam dinilai belum cukup menjadi jaminan jika gejolak sosial terus bermunculan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia naik dari USD 207 miliar pada 2018 menjadi USD 290 miliar pada 2023. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi yang menjanjikan di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, nilai Foreign Direct Investment (FDI) tercatat mencapai USD 47,5 miliar pada 2023, meningkat 13,7 persen dibanding tahun sebelumnya.

Namun, gelombang demonstrasi mahasiswa yang kembali marak di berbagai daerah menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Isu-isu yang disuarakan, mulai dari pemotongan anggaran hingga kebijakan pemerintah yang dinilai kontroversial, berpotensi menimbulkan sentimen negatif di mata investor asing. Di saat pemerintah sedang membuka sektor-sektor strategis untuk menarik investasi global, ketidakpastian sosial menjadi tantangan yang tak bisa diabaikan.

Direktur Lembaga Kajian Strategis dan Advokasi Nasional BEM PTNU Se-Nusantara, Arya Eka Bimantara, menegaskan bahwa demonstrasi mahasiswa adalah elemen penting dalam demokrasi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa aksi tanpa substansi yang jelas justru bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mengganggu stabilitas.

“Mahasiswa memang wajib bersikap kritis. Tapi kalau demonya terus-menerus tanpa arah, ini bisa kontraproduktif. Stabilitas adalah kunci supaya ekonomi Indonesia bisa terus tumbuh,” ujar Arya.

Arya menilai, saat ini Indonesia tengah berada dalam momentum strategis untuk naik kelas sebagai kekuatan ekonomi global. Namun, peluang besar itu bisa hilang jika situasi sosial dan politik terus diwarnai ketegangan. Laporan Bank Dunia bahkan menyebutkan bahwa ketidakstabilan sosial-politik bisa mengurangi aliran modal hingga 35 persen, sebab investor cenderung menghindari negara dengan risiko tinggi.

“Investasi itu soal kepercayaan. Kalau tiap minggu ada demo besar, apalagi sampai chaos, pasti bikin investor mikir dua kali. Mereka butuh kepastian,” tegasnya.

Indonesia, dengan PDB senilai USD 1,2 triliun dan populasi lebih dari 276 juta jiwa, memiliki posisi strategis di kancah internasional. Sebagai anggota aktif di berbagai forum global seperti PBB, WTO, dan APEC, citra stabilitas domestik menjadi nilai tawar penting dalam diplomasi ekonomi. Ketidakstabilan sosial dinilai bisa merusak reputasi tersebut dan memengaruhi daya saing Indonesia di mata dunia.

Dalam menyikapi fenomena ini, Arya mendorong transformasi gerakan mahasiswa. Menurutnya, peran mahasiswa tidak seharusnya berhenti di aksi turun ke jalan. Sudah saatnya mahasiswa mengembangkan metode advokasi yang lebih strategis, seperti menyelenggarakan simposium, forum kajian kebijakan, dan riset-riset mendalam yang berbasis data.

“Demo itu sah dan penting. Tapi sekarang kita harus naik kelas. Kita harus hadir dengan solusi konkret supaya aspirasi kita lebih punya dampak,” ujarnya.

Di tengah kompleksitas global dan tekanan geopolitik ekonomi, Arya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dua hal: stabilitas ekonomi dan kebebasan berpendapat. Keduanya bukan hal yang harus dipertentangkan, melainkan harus dikelola secara bijak agar tidak saling menjatuhkan.

“Indonesia lagi ada di titik krusial. Kita tidak boleh terjebak antara hanya demo tanpa hasil atau hanya kejar investasi tanpa dengar suara rakyat. Harus ada keseimbangan,” pungkasnya.

Bagi Arya dan BEM PTNU Se-Nusantara, mahasiswa tetap menjadi elemen penting dalam perjalanan bangsa. Namun, idealisme yang dimiliki harus dikawal dengan kedewasaan dalam menyikapi situasi agar tidak menjadi bumerang yang justru memperlambat kemajuan Indonesia.