![]() |
| Ulama tafsir Alquran asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. |
Dalam forum internasional itu, Gus Baha menegaskan bahwa Al-Qur’an sejatinya telah memberi peringatan dini tentang potensi krisis ekologis yang bisa mengancam kehidupan manusia. Ia merujuk pada surah Al-Mulk ayat 16–17 sebagai isyarat penting bahwa manusia tidak boleh merasa aman secara mutlak terhadap stabilitas bumi.
“Di semua tafsir, kata tamūr diartikan sebagai at-taḍrību wa-tartafi‘u fawqakum, yaitu bumi yang bergelombang dan menggeliat di atas kalian,” kata Gus Baha, Selasa (15/7/2025).
Ia menjelaskan, ayat tersebut menggambarkan fenomena geologis yang bisa terjadi sewaktu-waktu, sebagai bentuk peringatan dari Allah SWT. Selain itu, Gus Baha juga menyinggung potensi ancaman dari langit, sebagaimana disebut dalam ayat lain tentang ḥāsib, yakni benda-benda langit yang jatuh dan dapat membahayakan bumi.
“Kita ini sangat bergantung pada kestabilan kosmik dan geologis. Jangan merasa aman secara mutlak,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gus Baha menyoroti pentingnya memahami sistem bumi yang diciptakan Tuhan secara cermat dan teratur. Salah satu contohnya adalah kemampuan bumi dalam mengatur air, baik menyerap maupun mengalirkannya. Dalam konteks ini, ia mengajukan pertanyaan retoris yang menggugah kesadaran ekologis.
“Kalau bumi mengisap semua air, lalu kamu tidak menemukan air, kamu bisa apa?” ujarnya.
Menurut Gus Baha, ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas fenomena alam tersebut seharusnya dipahami sebagai pesan spiritual yang mendalam. Tafsir Al-Qur’an, menurutnya, bukan semata-mata teks keagamaan, tetapi juga berisi panduan ekologis yang sarat hikmah dan peringatan.
Konferensi ICIEFE 2025 sendiri menjadi ruang refleksi penting dalam membangun paradigma ekoteologi Islam yang kontekstual dan inklusif. Selain menghadirkan pandangan spiritual, kegiatan ini juga menjadi tindak lanjut dari Deklarasi Istiqlal 2024 yang mengukuhkan pentingnya Pancasila sebagai fondasi etika bumi dan solidaritas ekologis lintas iman.
Diselenggarakan selama tiga hari, pada 14–16 Juli 2025, ICIEFE 2025 diikuti oleh berbagai elemen, mulai dari pejabat pemerintah, akademisi dalam dan luar negeri, tokoh agama lintas iman, aktivis lingkungan, perwakilan media, pelajar dari pesantren dan universitas, hingga komunitas-komunitas sipil yang peduli terhadap isu ekologi.
Forum ini tidak hanya menjadi ajang ilmiah, tetapi juga momentum spiritual dan kultural untuk menyatukan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan dalam menghadapi tantangan krisis bumi. Pesan Gus Baha memperkuat narasi bahwa penyelamatan lingkungan bukan hanya soal teknologi dan kebijakan, tapi juga kesadaran teologis dan spiritual yang mendalam.
