Kejaksaan Agung Sebut Kebijakan Tom Lembong Perkaya 10 Korporasi dalam Kasus Impor Gula

Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015--2023 di Kementerian Perdagangan. Tom Lembong dan seseorang berinisial DS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Foto: Tangkapan layar YouTube Kejaksaan RI
Jakarta, Indonara — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa meskipun Thomas Trikasih Lembong, Menteri Perdagangan periode 2015-2016, tidak menerima aliran dana dalam kasus dugaan korupsi impor gula, kebijakan yang diambilnya telah memperkaya 10 korporasi. Hal ini diungkapkan dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan terhadap nota pembelaan terdakwa Tom Lembong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (11/7/2025).

Menurut JPU, kebijakan yang dimaksud antara lain memberikan penugasan kepada beberapa pihak, termasuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), serta Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol). Selain itu, persetujuan impor juga diberikan kepada delapan pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas. JPU menilai kebijakan ini dilakukan dengan cara yang melawan hukum dan telah menguntungkan sejumlah korporasi.

"Kebijakan dilakukan secara melawan hukum sehingga telah memperkaya atau memberi keuntungan kepada orang lain atau korporasi," ungkap JPU dalam sidang.

Lebih lanjut, JPU menyebutkan bahwa kebijakan tersebut menguntungkan beberapa pihak, antara lain Tony Wijaya, Direktur Utama PT Angels Products, yang memperoleh keuntungan sebesar Rp144,11 miliar dari kerja sama impor gula PT Angels Products dengan Inkopkar, Inkoppol, dan PPI. Selain itu, ada pula Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur PT Makassar Tene, yang memperoleh Rp31,19 miliar, serta Hansen Setiawan, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, yang mendapat keuntungan sebesar Rp36,87 miliar.

JPU juga menyebutkan pihak lain yang diperkaya akibat kebijakan tersebut, seperti Indra Suryadiningrat dari PT Medan Sugar Industry yang mendapat keuntungan sebesar Rp64,55 miliar, serta Wisnu Hendraningrat dari PT Andalan Furnindo dengan keuntungan sebesar Rp42,87 miliar. Nama-nama lain yang disebutkan antara lain Hendrogiarto Tiwow dari PT Duta Sugar International, Hans Falita Hutama dari PT Berkah Manis Makmur, dan Ali Sandjaja Boedidarmo dari PT Kebun Tebu Mas.

Sementara itu, terdakwa Tom Lembong membantah tuduhan tersebut. Dalam pleidoinya yang dibacakan pada Rabu (9/7/2025), Tom Lembong menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima aliran dana terkait kasus dugaan korupsi impor gula tersebut.

"Ini perlu saya tegaskan kembali pada saat ini yang disampaikan oleh Kejagung dalam pernyataannya kepada publik," kata Tom Lembong, seperti dikutip Antara.

Ia menjelaskan bahwa sejak awal Kejaksaan Agung tidak pernah menuduhnya menerima dana dalam bentuk apa pun, baik sebelum, selama, maupun setelah masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan.

"Tidak sebelum saya menjabat, tidak pada saat saya menjabat, dan tidak setelah saya menjabat, sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia," ujarnya.

Tom Lembong kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016. Ia dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Dalam dakwaannya, Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Kejaksaan menyatakan bahwa Tom Lembong menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi antar kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Selain itu, beberapa perusahaan yang diberi izin impor gula kristal mentah diduga tidak berhak untuk mengolah gula tersebut menjadi gula kristal putih, karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.

Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk koperasi-koperasi yang terkait dengan kepolisian dan militer, seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, serta SKKP TNI/Polri.

Jika terbukti bersalah, Tom Lembong terancam dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.