Menimbang Fatwa Haram Sound Horeg: MUI Probolinggo Usul Solusi Bijak dan Adil

Ilustrasi: Sound Horeg
Probolinggo, Indonara - Wacana penerbitan fatwa haram terhadap sound horeg atau sound system keliling oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menjadi sorotan publik. Suara bising yang dihasilkan alat tersebut dinilai kerap mengganggu ketenangan warga di berbagai daerah, termasuk di Kota Probolinggo.

Menanggapi hal ini, salah satu Ketua Dewan MUI Kota Probolinggo, Ahmad Hudri, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi resmi terkait fatwa tersebut.

“Sampai saat ini belum ada pemberitahuan atau fatwa dari MUI Pusat, jadi kami belum bisa menanggapi lebih jauh,” ujar Hudri, Kamis (10/7/2025).

Meski belum ada keputusan resmi, Hudri tidak menutup mata terhadap keresahan yang ditimbulkan oleh sound horeg. Menurutnya, suara keras dari sound system keliling tak jarang meresahkan masyarakat, terutama di kawasan padat penduduk.

“Ini bukan hanya masalah suara keras, tapi juga berpotensi mengganggu ketertiban umum,” tegas mantan Ketua KPU Kota Probolinggo dua periode itu.

Hudri menegaskan pentingnya melihat persoalan ini dari dua sisi: maslahah (manfaat) dan mafsadat (kerusakan). Pendekatan tersebut dianggap lebih bijak ketimbang langsung melarang sepenuhnya.

“Yang penting dikaji dulu, apakah aktivitas ini lebih banyak manfaatnya atau justru menimbulkan gangguan dan kerusakan,” jelasnya.

Ia menilai, pelarangan total terhadap sound horeg bukanlah solusi yang tepat. Sebaliknya, Hudri menyarankan agar pemerintah daerah membuat regulasi yang lebih ketat dan spesifik.

"Perlu ada regulasi ketat dari pemerintah setempat, misalnya dengan menetapkan jam operasi, batas volume suara, atau sanksi bagi yang melanggar," ucapnya.

Saat ini, Kota Probolinggo belum memiliki peraturan khusus yang mengatur penggunaan sound horeg. Penertiban sejauh ini hanya didasarkan pada aturan umum mengenai gangguan ketertiban masyarakat.

Apabila kelak MUI Pusat benar-benar menerbitkan fatwa haram, Hudri menilai hal itu bisa dijadikan pijakan moral untuk memperkuat regulasi di tingkat daerah. Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang mungkin timbul.

"Kita harus adil. Di satu sisi, hak masyarakat untuk hidup tenang harus dilindungi. Di sisi lain, perlu dicari solusi agar usaha rakyat tetap bisa berjalan tanpa merugikan banyak pihak," pungkas Hudri.