Komnas HAM Desak Aparat Tak Gunakan Kekerasan Berlebih Saat Amankan Demo

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah (kanan) serta Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Saurlin P. Siagian (kiri) saat jumpa pers terkait pertambangan nikel di Raja Ampat di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat (13/6/2025).

Jakarta, Indonara - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta aparat negara menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia dalam mengamankan aksi unjuk rasa. Aparat diingatkan agar tidak melakukan tindakan represif maupun penggunaan kekuatan berlebih.

Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi hasil pemantauan Komnas HAM terhadap aksi unjuk rasa yang berlangsung pada 28–30 Agustus 2025 di Jakarta. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P. Siagian, menyampaikan rekomendasi itu pada Minggu (31/8).

"Komnas HAM mendorong aparat negara untuk bekerja secara profesional, akuntabel, transparan, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM, termasuk untuk tidak melakukan tindakan represif dalam pengamanan aksi unjuk rasa, tidak menggunakan kekuatan berlebih, dan tetap berpedoman pada standar HAM," kata Saurlin.

Menurut Saurlin, Komnas HAM melakukan pemantauan melalui pengamatan langsung di Markas Brimob Polda Metro Jaya, Markas Polda Metro Jaya, serta beberapa lokasi lainnya pada Jumat (29/8). Selain itu, Komnas HAM juga mengumpulkan keterangan dari sejumlah pihak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Pelni, dan Mabes Polri.

Komnas HAM turut memeriksa tujuh anggota Brimob yang diduga menabrak dan melindas pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan. Dari hasil pemantauan, lembaga tersebut menemukan bahwa aksi unjuk rasa pada Kamis (28/8) mengakibatkan satu orang meninggal dunia, yakni Affan Kurniawan, serta 17 orang luka-luka yang kemudian dievakuasi ke rumah sakit.

Selain itu, Komnas HAM juga mencatat adanya penggunaan kekuatan berlebihan, seperti gas air mata dalam jumlah besar yang membahayakan masyarakat di luar massa aksi. Di sejumlah titik, Komnas HAM menemukan perusakan, penjarahan, dan pembakaran fasilitas umum maupun properti pribadi.

Atas temuan itu, Komnas HAM merekomendasikan agar Polri menuntaskan penyelidikan dan melakukan penegakan hukum secara adil, transparan, serta akuntabel terhadap seluruh jajaran kepolisian yang terlibat dalam insiden yang menimpa Affan. Pemulihan hak-hak korban juga menjadi bagian dari rekomendasi tersebut.

Komnas HAM menilai pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan lain perlu membuka ruang partisipasi publik melalui kritik, dialog, dan aspirasi masyarakat. Penyelenggara negara juga diminta menghindari sikap maupun pernyataan yang dapat memicu keresahan.

Kepada masyarakat, Saurlin mengimbau agar penyampaian aspirasi dilakukan secara damai dan tetap menjaga situasi kondusif. Ia menegaskan pentingnya menghindari provokasi dan tindakan anarkis yang justru merugikan masyarakat luas.

"Komnas HAM menegaskan bahwa seluruh langkah ini dilakukan dalam rangka memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM tetap menjadi acuan utama dalam penanganan aksi unjuk rasa," ujar Saurlin.