Pernyataan tersebut
disampaikan pasca kericuhan pada Kamis (28/8/2025) yang menimpa seorang
pengemudi ojek daring. PBNU menegaskan, tindakan sewenang-wenang tidak dapat
ditoleransi.
“Perbuatan salah harus
tetap salah. Oknum-oknum yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang
berlaku,” tegas KH. Miftachul Akhyar.
Dari kalangan mahasiswa,
Presidium Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama
(BEM PTNU), Achmad Baha’ur Rifqi, menyampaikan sikap kritis terkait isu
kenaikan tunjangan DPR. Ia menilai keresahan masyarakat perlu ditanggapi
serius.
“Ini adalah kegelisahan
kami sebagai masyarakat. Kami meminta DPR yang terhormat untuk mengabulkan
aspirasi rakyat dan mengkaji kembali masalah kenaikan tunjangan DPR secara
transparan,” ujarnya.
Baha, sapaan akrabnya, menekankan bahwa penyampaian
aspirasi adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Namun, ia mengingatkan
cara penyampaian harus menghindari kericuhan.
“Jika aspirasi diwujudkan
dengan membuat kegaduhan atau merusak fasilitas umum, maka justru mendatangkan
mudarat bagi orang banyak,” katanya.
BEM PTNU bersama sejumlah
elemen masyarakat juga menegaskan pentingnya menjaga kondusivitas dan
persatuan. Mereka mengajak massa aksi agar tidak mudah terprovokasi.
“Jangan biarkan bangsa ini terpecah karena provokasi. Mari jaga Indonesia agar tetap damai,” tutur Rifqi.
Ia menambahkan, kritik dan aspirasi masyarakat sebaiknya diarahkan pada substansi perjuangan. “Fokus kita adalah memperjuangkan transparansi anggaran DPR agar rakyat tidak semakin menderita. Ingat, DPR adalah wakil rakyat, wakil partai,” pungkasnya.
