DPR Desak Kemenhut Buka Data Tutupan Lahan TPL, Benarkah Ada Jejak di Balik Banjir Sumatera?

Warga berjalan di atas sampah kayu gelondongan pasca banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). Sampah kayu gelondongan tersebut menumpuk di pemukiman warga dan sungai pasca banjir bandang pada Selasa (25/11). (Foto: Antara)

Jakarta, Indonara - Komisi IV DPR mulai menelusuri dugaan keterkaitan aktivitas PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) dengan rangkaian bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Upaya itu dilakukan dengan meminta Kementerian Kehutanan membuka secara lengkap data tutupan lahan di area konsesi perusahaan.

Anggota Komisi IV Fraksi PKS, Johan Rosihan, menilai proses klarifikasi harus dilakukan berbasis data ilmiah, bukan sekadar asumsi. Ia mengingatkan bahwa meski PT TPL telah mengantongi izin IUPHHK-HTI sejak 1992, kewajiban menjaga fungsi ekologis hutan tetap melekat.

"Isu bahwa TPL disebut-sebut sebagai penyebab banjir harus dilihat melalui audit ilmiah dan tata kelola DAS, bukan asumsi. Saya sebagai anggota komisi IV akan meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkap secara terbuka perubahan tutupan lahan, lahan kritis, dan tingkat fragmentasi hutan di seluruh areal konsesi, termasuk TPL. Data ini yang harus menjadi dasar penilaian," ujar dia, ketika dihubungi, Kamis (4/12/2025).

Johan menekankan bahwa bila nantinya ditemukan aktivitas perusahaan yang berkontribusi pada meningkatnya runoff, menurunnya infiltrasi, atau kerusakan tutupan hutan, maka langkah korektif perlu segera dilakukan. Ia membuka kemungkinan sanksi administratif hingga pencabutan izin, jika terbukti melanggar.

"Tidak boleh ada perusahaan, besar maupun kecil, yang kebal evaluasi. Bencana banjir bandang di Sumut menunjukkan fungsi ekologis DAS telah terganggu. Karena itu, kami juga mendorong moratorium izin baru di seluruh hulu DAS kritis, sambil melakukan audit menyeluruh terhadap izin-izin HTI dan HPH yang sudah berjalan," tuturnya.

Meski begitu, Johan menyebut DPR tidak boleh gegabah menyimpulkan tanpa bukti. Namun sebagai wakil rakyat, ia mengingatkan bahwa pengawasan terhadap perusahaan pemegang izin adalah kewajiban negara.

"Perusahaan yang memiliki izin harus bertanggung jawab menjaga hutan, dan negara wajib memastikan pengawasan berjalan," pungkas Johan.

Sebagai informasi, PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL), dulunya bernama PT Inti Indorayon Utama Tbk (INRU), merupakan perusahaan penghasil serat rayon dan bubur kertas.

Perusahaan ini didirikan oleh konglomerat Indonesia, Sukanto Tanoto pada 1983. Namun, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sukanto Tanoto bukan lagi pemiliknya.

Pemilik PT TPL kini adalah perusahaan Hong Kong bernama Allied Hill Limited (AHL) yang memiliki saham mayoritas sebesar 92,54 persen. Sementara, saham lainnya dimiliki masyarakat sebanyak 2,14 persen dan 5,32 persen.

Profil Singkat PT Toba Pulp Lestari

Berdasarkan laman resmi perusahaan, PT Toba Pulp Lestari (TPL) berdiri pada 26 April 1983 dengan nama PT Inti Indorayon Utama Tbk (INRU).

Sembilan tahun kemudian, TPL mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) sejak 1992 seluas 269.060 hektare dari Menteri Kehutanan.

Pada 2011, terjadi penyesuaian luas area operasional TPL berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia.

Area operasional yang sebelumnya seluas 269.060 hektare menjadi 188.055 hektare.

Seiring waktu, luas areanya kian menyusut. Pada 2025, TPL punya izin mengelola 167.912 hektare Hutan Tanaman Industri di Sumatera Utara di wilayah Aek Nauli, Habinsaran, Tapanuli Selatan, Aek Raja, dan Tele.

Diketahui, belakangan PT TPL telah membantah menjadi dalang di balik bencana banjir. Salah satu bukti yang dilampirkan adalah audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022-2023.

PT Toba Pulp Lestari juga membantah tuduhan deforestasi alias pengurangan atau penghilangan luas hutan secara permanen. Mereka menyebut perusahaan melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali.

Berdasarkan hasil audit tersebut, PT Toba Pulp Lestari dinyatakan taat mematuhi seluruh regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran dalam aspek lingkungan dan sosial.