
Warga mengamati sampah kayu gelondongan pasca banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). (Foto: Antara)
Jakarta, Indonara - Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara dalam beberapa hari terakhir kembali membuka peringatan keras bagi pemerintah mengenai rapuhnya kondisi lingkungan. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menilai rangkaian bencana itu tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pengelolaan hutan yang masih bermasalah.
"Kalau kita lihat penyebab banjir ini, karena memang merusak lingkungan. Hutan kita ini walaupun dilaporkan dari pemerintah bahwa deforestasi itu sudah mengalami penurunan, namun fakta menunjukkan hari ini terjadi musibah yang seperti itu," ungkap Firman kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Sebagai legislator yang membidangi isu lingkungan hidup dan kehutanan, Firman menilai bencana beruntun ini menjadi momentum untuk melakukan koreksi menyeluruh terhadap arah kebijakan pengelolaan kawasan hutan. Ia menegaskan ada tanggung jawab moral yang mesti diemban.
"Pertama, tentunya saya mengusulkan adanya izin moratorium (pengelolaan kawasan hutan) dan kemudian dilakukan evaluasi secara menyeluruh," ucap dia.
Firman menjelaskan temuan-temuan yang ia dapatkan ketika melakukan verifikasi silang peta kehutanan. Menurutnya, ada kawasan hutan lindung yang justru dikonversi atau diberikan izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Situasi tersebut, kata dia, menjadi salah satu indikator rusaknya kawasan hutan.
"Karena ketika pemerintah sudah memberikan izin, pemerintah tidak mampu mengontrol. Dan ini bukan persoalan baru, sudah cukup lama, kebijakan-kebijakan daripada kementerian-kementerian periode-periode sebelumnya. Ya tentunya ini adalah kebijakan politik daripada pemerintah ketika itu," tuturnya.
Firman menambahkan bahwa perubahan arah kebijakan menjadi lebih ketat sangat mungkin dilakukan sekarang, terutama dengan komitmen Presiden Prabowo yang ia sebut kuat dalam agenda perlindungan lingkungan.
"Namun saat ini, dengan komitmen Pak Prabowo yang begitu kuat, maka sudah saatnya kita harus mengembalikan regulasi menjadi regulasi yang benar, melindungi kepentingan ekologi, ekosistem kita, melindungi hutan kita, dan kemudian kita tidak lagi berpihak dalam kepentingan-kepentingan kelompok tertentu," lanjut Firman.
Ia juga menyarankan agar regulasi yang berpotensi memberi celah penyalahgunaan kawasan hutan segera dievaluasi. Penguatan lembaga pengawasan menjadi penting, meniru negara-negara dengan sistem kehutanan ketat seperti Brasil.
"Kemudian juga di samping kita harus memiliki regulasi, bagi mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran harus ditindak tegas, proses hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku," tegas Firman.
Firman mengingatkan bahwa pembiaran terhadap penyalahgunaan lahan hanya akan mengulangi bencana serupa. Karena itu, penataan ulang kebijakan agraria menurutnya tak bisa dihindari.
"Jangan ada lagi sapu tangan di belakang layar, ada banyak korban yang sangat luar biasa. Dan ini tidak sekali dua kali, dan hampir terjadi di mana-mana dengan skala kecil, skala menengah, skala besar. Oleh karena itu, reforma agraria ini juga menjadi bagian yang harus dievaluasi," pungkasnya.